Dewi Wulan Sari Oleh: Djacka Artub |
Dewi Wulan Sari - 2
Pertarungan berakhir. Seekor ular besar terkulai lemah tak berdaya. Harimau 'pun lemas. Tergeletak dengan nafas dan tenaga yang hampir lepas dari raga.
Gaduh suara dan loncatan kera tak lagi terdengar. Sunyi. Mereka duduk pada dahan-dahan pepohonan, menyaksikan kedua gadis belia memperagakan gerakan lilitan dan terkaman. Jurus ular dan harimau.***
Dewi Wulan Sari - 3
Oleh: Djacka Artub
Angin senja bertiup perlahan. Memainkan dedaun kering dan menerbangkannya ke dasar jurang.
Dari balik celah-celah rindang pepohonan, tampak senja mengintip dengan rona jingga di ufuk barat. Suasana senja yang tampak damai dan tenang.
Namun tidak bagi suasana hati Dewi Wulan Sari. Hatinya berkecamuk, meronta penuh kepedihan. Aroma wangi bunga-bunga liar yang bertengger di atas perbukitan, tak mengusik hasratnya untuk memetik. Hanya sekedar hiasan pandang mata di waktu senja.
Air mata Dewi Wulan Sari menetes di kedua pipinya yang sedikit lusuh dan kusam oleh debu dan keringat.
Perlahan rona jingga senja berubah menjadi senja yang temaram. Dan akhirnya senja pun tenggelam dalam peraduan malam.
Dewi Wulan Sari bangkit dari duduknya dan mencoba melangkahkan kaki yang terasa berat karena kelelahan. Namun ia tetap berusaha untuk melangkah. Ia tetap bertekad mencari kedua adiknya yang terpisah karena rasa ego dan dendam yang telah menguasai diri.
Malam semakin gelap. Sesekali Dewi Wulan Sari mengibaskan pedang pada rerumput liar yang menghalangi jalannya.
Dewi Wulan Sari berhenti sejenak. Ia memasang pendengarannya lebih tajam. "Ibu... Di mana kau... Aku takut sendirian... Hiiii... Hiii... " Sayup terdengar suara tangis gadis kecil di kejauhan. Gadis itu memanggil-manggil ibunya.
"Nilaam...!! Nawaaang...!!!" Pekik Dewi Wulan Sari memanggil nama kedua adiknya.
"Jangan..!! Aaaaaa...." Teriakan itu menghentikan langkah Dewi Wulan Sari. Namun suara tangis gadis itu tak terdengar lagi setelah teriakannya yang terakhir. Suasana malam kembali sunyi. Sesaat setelahnya, Dewi Wulan Sari berlari ke arah sumber suara itu.
Koyak rerumputan tampak semrawut tak teratur. Dewi Wulan Sari memeriksa keadaan sekitar. "Darah manusia,..." Gumam Dewi Wulan setelah mencium helai daun yang tampak basah.
Malam yang gelap membuat Dewi Wulan Sari tak bisa melacak dan mengikuti tetesan darah yang tertinggal di antara dedaunan.
"Nyai Manyura ... Kau harus membayar semua ini...!" Dewi Wulan Sari geram. Dendamnya semakin memuncak pada gurunya. Ia tak peduli kalaupun harus mati di tangan gurunya sendiri. Ia bertekad membuat perhitungan walau ia sadar ilmu kanuragan yang dimiliki tak ada apa-apanya dibanding sang guru. ****
Di padepokannya, Nyai Manyura menyesali kesalahan yang telah perbuat. Ia menyesal telah mengusir ketiga muridnya itu. "Semoga sang pencipta melindungi ketiga gadis itu." Gumamnya.
Setelah kepergian Dewi Wulan Sari dan kedua adiknya, Nyai Manyura merasa kesepian. Tak ada lagi yang mengganggunya saat meramu obat maupun sedang menumbuk padi. Terkadang ia tersenyum sendiri saat teringat Dewi Nawang Sari yang masih kecil itu ikut membantunya menjemur daun obat sebelum diracik.
Malam telah melewati puncaknya. Suara burung hantu yang bertengger di belakang padepokan kecil milik Nyai Manyura mengisyaratkan kepedihan. Beberapa kali terdengar kepak sayap burung hantu berpindah dari dahan ke dahan. Nyai Manyura hendak merebahkan badan. Namun ia dikagetkan dengan kepak sayap burung malam yang ribut mencari tempat berlindung. "Ada isyarat apa ini?" Nyai Manyura kembali bangkit dari 'dipan'nya.
"Nyai Manyura! Keluarlah!" Lantang suara serak lelaki tua memanggil nama Nyai Manyura. "Atau aku bakar gubuk reyotmu..!" Tambah lelaki itu.
"Hmmmm ... Rupanya dia masih berani menantangku." Gumam Nyai Manyura, "CIAAAATTT....!!!" Nyai Manyura terbang ke angkasa menjebol atap padepokannya. Sejurus kemudian, embusan angin kuat menyerang lelaki berpakaian serba hitam dan berjenggot putih itu. Sekali serang, lelaki itu terpelanting dan jatuh. Daun-daun pun turut jatuh berguguran mengikuti tubuh Nyai Manyura yang menjejakkan kaki ke tanah.
Nyai Manyura merasa kesepian, akankah Dewi dan adiknya jembali kedepokan Nyai Manyura, nantikan kisah selanjutnya Dewi Wulan Sari bagian 4 ..
BalasHapusAkankah Maya bersedia menemani Nyai Manyura?
HapusTunggu jawabannya. Haha
Ternyata nyi Manyura pun juga merasa menyesal, dan apakah lelaki tua itu bisa mengalahkan nyi Manyura?
BalasHapusBaik. Saya tunggu kelanjutannya.
Emmmm.... semoga saja lelaki tua itu tidak bisa mengalahkan Nyai Manyura.. wkwkwk
Hapusitu kakek tua malam malam ganggu deh... siapa ya dia?
BalasHapusmungkin mantan pacar nyai manyura.
Haha... Dia itu bukan mantan pacar Nyai Manyura. Tapi dia dulu pernah suka sama nyai manyura, tetapi ditolak. :-D
Hapuswaduh....jadi nggak nyambung nih kalau ternyata dewi wulansari yang ini mah yang ke 3, baca dulu yang ke satu dan keduanya dulu ah
BalasHapusMonggo disambung dulu bacanya, om..hhaaa
Hapussambunginnya pake apa...mang?
Hapus^(blga bloon....padahal iya)
Kira-kira siapa ya, yang telah berani menantang nyai manyura?
BalasHapusAh, mungkin admin sedang buat strategi nih biar pengunjung dibuat penasaran 😂
Aha aha aha... Bukan strategi, mas... Tapi memang inspirasi nulisnya cuma sampai situ. Wkwkwkwkw
HapusJadi penasaran, di tunggu the next cerita bagus nya gan!
BalasHapusOke....
HapusMakasih, gan...
Mungkinkah lelaki tua itu satria baja hitam! hmmm sepertinya bukan..
BalasHapusLelaki tua sepertinya mengadu domba Dewi Wulan Sari dengan nyi Manyuro.. karena Dewi beranggapan yg menculik adik-adiknya adalah nyi menyuro!
Atau say salah..
nanti tak baca bagian 1-2 oke kang Djeck haha
Sampeyan salah, Gus... Satria baja hitam mah gak berjenggot.
HapusEh, mungkin saja iya ding. Kan sekarang satria baja hitam sudah tua. Hahahaa
Betul seali 100 buat agan!
BalasHapusKurasa pak tua itu modus, pura2 ngajak berantem ujung2nya mencurigakan jgn2 ngajak jadian, hehe
BalasHapus