Masih Ada Putih di Atas Hitam
Malam itu, udara begitu dingin. Hujan yang turun sejak senja menjelang masih menyisakan rintik gerimis yang tak jua me-reda.
Seorang anak kecil berjalan di antara kedai-kedai kaki lima yang berjajar rapi di tepi jalan.
Di sudut sebuah gang, anak itu berhenti. Ia duduk di pembatas trotoar. Tatapan matanya tertuju pada seonggok kardus. Didekatinya kardus itu, dan perlahan dibuka. Anak kecil itu memilah-milah isi kardus, seakan mencari sesuatu. Dan didapatlah sepotong roti sisa dari dalam kardus. Dengan tangan mungilnya, beberapa kotoran yang menempel pada sepotong sisa roti itu dibersihkan. Kemudian ia melahapnya.
"Adik lapar?" Dari dalam kedai kaki lima, seorang wanita muda dengan pakaian seksi mendekati anak kecil yang sedang melahap roti sisa itu.
Anak itu menyembunyikan sepotong roti di balik punggungnya. Ia diam. Raut mukanya mengisyaratkan perasaan malu. Namun dari tatapan matanya, tak dapat disembunyikan bahwa perutnya perlu diisi.
"Ikut kakak makan ya." Wanita itu mengajaknya masuk ke dalam kedai. Kemudian memesan kembali se-porsi hidangan untuk anak kecil itu. Mereka makan bertiga bersama seorang pria paruh baya. Lebih tepatnya Om Om.
Waktu makan pun selesai. Wanita muda itu menggandeng teman prianya menuju mobil yang terparkir di depan kedai. "Terima kasih, Kak..." Ucap polos anak itu sebelum orang yang mengganti sisa roti dengan sepiring nasi itu pergi untuk melanjutkan pekerjaannya. Di tangan anak kecil itu tergenggam selembar uang seratus ribu.
Kisah di atas sesuai kejadian nyata yang ngadimin blog ini lihat beberapa waktu lalu di kota Surabaya.
Saat itu ngadimin hanya melongo melihat wanita itu.
Eh, bukan. Bukan itu yang ngadimin maksud.
Ngadimin melongo bukan karena melihat penampilan seksi wanita tersebut, melainkan melongo melihat apa yang telah dilakukannya terhadap seorang anak kecil yang mengais sisa makanan untuk dimakan.
Wanita tersebut memang seorang wanita penghibur.
"Lho, ngadimin kok tahu kalau dia wanita penghibur? Pernah menyewa jasanya ya?"
Hehehe... Bukan, bukan... Ngadimin tahu bukan karena pernah menyewa jasanya, tetapi ngadimin adalah penjaga kedai itu. Jadi ngadimin tahu dari kebiasaan wanita itu yang sering bergonta-ganti pasangan saat datang ke kedai yang ngadimin blog ini jaga. Dan juga dari cara berpakaian yang menggugah selera pria, ngadimin jadi tahu.
Tuch kan ... Ngadimin jadi berprasangka buruk terhadap orang lain...
Udah ah. Nggak baik membicarakan orang lain. Lebih baik kita mengambil sisi positifnya saja. Hehehe
Hayoo.. Ketauan ya sering merhatiin cewek 😂
BalasHapusKalau saya teropong sih, ngadimin sering nongkrong dijembatan merah ya.. 😂
Hehehe.... Bukan, Mas. Bukan di jembatan merah. Tetapi di stasiun wonokromo.. :-D
HapusYa, terksdsng ysng kita lihat wow tsk seindah kata wow, kita melihat sekilas orang itu jutek ternyata setelah kita kenal ternyata lemah lembut seperti caffe litte... Wkwkwk
BalasHapusCiyee mbak Lisa curhat! hahahaha
HapusKayaknya sih mbak Lisa emang curhat, Gus.
HapusTuch, tulisannya sampai banyak yang salah. :-D
Itulah sifat humanisme! setiap orang memilikinya.
BalasHapusDan kadang yang kita anggap putih, justru hitam dibaliknya!
Itu memang sudah menjadi bumbu pelengkap setiap manusia.
Karena? dimana ada putih disitu ada gelap, dan sebaliknya...
Nggih, Gus. Terkadang yang terlihat merah merekah dan menggugah selera belum tentu manis rasanya. Begitu pula sebaliknya. Haha
Hapusapapun profesinya manusia itu tetap punya hati nurani belas kasihan (sifat manusiawi) kisah ini sama seperti kisah sufi yang pernah aku baca..,
BalasHapustanduk kopi yuk mas..,biasa sambil bergadang.., hehe
Nggih, Mas. Dibalik hitamnya kopi, masih ada secercah putihnya lepek.
HapusMonggo kopinya disruput, Mas. Hehe
hati nurani tidak bisa berbohong, bagaimana pun manusia itu punya sisi baiknya, tdk bijak bila memandang hanya dr sisi buruknya saja
BalasHapuskarena dunia ini nggak dibagi antara orang hitam dan putih. jahat dan baik. selalu ada keduanya. tergantung nurani kita membiarkan mana yang lebih dominan di dalam diri kita
BalasHapus