Tragedi Tali Kutang
Oleh : Djacka Artub
Ini bukanlah sebuah lagu dari kisah cinta manusia, bukan pula sebuah tembang asmara anak di bawah umur. Melainkan sebuah kisah yang menceritakan kehancuran sebuah rumah tangga karena adanya tali kutang yang nylempit di bawah bantal.
Senja baru saja menyapa. Kumandang adzan maghrib terdengar dari toa mushola yang ada di tengah-tengah perkampungan. Namun seiring gema suara adzan itu, terdengar suara ribut dari sebuah pohon besar yang ada di pojok kampung. Pertengkaran pasangan dhemit tak terelakkan ketika si wewe gombel mendapati seutas tali kutang di bawah bantal sang suami, seekor genderuwo yang menjabat sebagai tetua bangsa halus di area kuburan angker tersebut.
Tali kutang itu bukanlah milik wewe gombel yang secara sah telah terikat ikrar ijab-qabul di depan penghulu bersama si genderuwo tersebut. Melainkan seutas tali kutang itu milik kunti perawan yang biasa mangkal dan berkeliling mencari mangsa untuk makan malamnya.
Memang, secara status, si kunti itu masih terbilang perawan. Tetapi jika melihat dari segi bentuk montok tubuhnya yang sangat aduhai, banyak bangsa lelembut yang meragukan statusnya tersebut. Apalagi setiap malam ia sering bergentayangan dari tempat gelap yang satu ke twmpat gelap yang lainnya.
Sudah bertahun-tahun lamanya, pasangan dhemit yang saat itu sedang perang diwaktu surup itu membina keluarga. Dua tuyul hasil hubungan di tempat gelap oleh wewe gombel dan genderuwo 'pun telah menginjak masa remaja. Namun seperti kata pepatah kuno dari bangsa manusia, 'Tua-tua keladi. Semakin tua, semakin tak tahu diri' itulah yang terjadi pada diri genderuwo yang tak tahu diri tersebut. Meski gelagatnya telah lama tercium oleh si wewe gombel, namun ia masih saja suka daun muda yang masih seger dari segi rupa maupun rasa. Kimcil, Ciblek, dan sejenisnya masih sering diburu oleh si genderuwo. Pantas saja wewe gombel yang telah memyumbangkan dua tuyul itu mengamuk di waktu petang ketika kecurigaannya selama ini terbukti dengan adanya tali kutang perawan di bawah bantal suaminya.
"Kok ndak malu sama giginya!" Begitu umpat wewe gombel pada suaminya. Namun sang suami hanya tolah-toleh ketika diamuk oleh sang isteri. "Gigi tinggal satu, masih saja gatelan!" Lanjut wewe gombel.
"Maksudmu kuwi opo?" Balas si genderuwo dengan tenang.
"Tali kutang siapa ini?" Wewe gombel semakin geram. Ia menunjukkan tali kutang yang ditemukannya.
"Bukannya itu tali kutangmu?" Mencoba mengelak, si genderuwo melanjutkan bermain game Fruits bom di semartphone-nya.
Wewe gombel semakin mengamuk. Semua barang yang terdapat di sekelingnya pecah-berantakan oleh ajian banting-kepruk dari tangannya yang kekar karena genderuwo yang telah membina rumah tangga bersamanya itu terus saja mengelak dan tak menghiraukannya ketika ditanya perihal tali kutang yang terdapat di bawah bantal tersebut. Dan karena semua kalimat yang keluar dari mulutnya yang bertaring tajam hingga gerahamnya menggeretak itu tak mendapat respon dari si genderuwo, wewe gombel menjerit dengan lengkingan suara yang mengerikan. "Pulangkan saja... Aku pada ibuku, atau ayahku... Uuu... Huuu..." Wewe gombel itu menirukan lagu nostalgia yang sangat populer di era 80-an. Namun masih saja si genderuwo melanjutkan permainan aplikasi gama android miliknya.
Dengan tekad yang bulat, wewe gombel mengeluarkan ajian pamungkas miliknya. Nawaitu bismillah, noto ati noto pikiran noto klambi lebokne tas, ia mengajak kedua tuyul yang lahir dari rahimnya beberapa tahun silam itu untuk minggat. Biarlah sang suami yang tak tahu diri itu memuaskan nafsu syahwatnya hingga ajal menjelang.
Kepergian wewe gombel rupanya tidak membawa efek jera pada genderuwo. Ia malah merasa sangat beruntung karena tak ada lagi suara-suara cempreng yang memarahinya ketika pulang terlalu larut malam. Terkadang justru ia membawa kunti jalanan itu ke rumahnya, sebuah pohon besar di pojok perkampungan. Di tepi kuburan tepatnya.
Dua tahun lamanya, genderuwo hidup dengan kebebasan tanpa gangguan dari wewe gombel. Selama dua tahun itu ia hidup berfoya-foya dengan kunti, sang pelakor tersebut. Sebenarnya kunti tersebut tidak lah pantas disebut sebagai pelakor. Karena pada dasarnya ia bukanlah menginginkan orangnya, melainkan hanyalah ingin mengeruk harta si genderuwo. Terbukti, setelah dua tahun hidup berfoya-foya dan harta benda genderuwo itu habis dan hanya tersisa kolor yang menempel di tubuh, kunti jalang itu menghilang. Ia mengincar mangsa baru.
Di sebuah halte, dua tuyul terlihat sedang mengutak-atik sebuah phonsel baru. Rupanya dua tuyul itu baru saja membeli smartphone. Di bawah tangga jembatan penyeberangan, salah satu tuyul menatap tajam pemandangan yang sudah tidak asing lagi baginya. Genderuwo yang ia kenal, yang telah mencampakkan dirinya beserta saudara dan ibunya, tampak sedang duduk dengan bertelanjang dada. Hanya sebuah kolor warna hitam yang tampak lusuh yang menempel menutup privasi hidupnya. Kemudian tuyul itu mengajak kakaknya untuk mendekat.
Di hadapan genderuwo gelandangan itu, kedua tuyul memperhatikan dengan seksama sesuatu yang teronggok lusuh di hadapannya. Kemudian mereka serempak berujar, "RUMANGSAMU PENAK?" lalu mereka pergi meninggalkan nasib genderuwo yang malang.
cerita tokohnya demit kabeh...
BalasHapusBiar ndak ada bangsa manusia yg tersinggung, mas. Jadi lebih baik pakai tokoh bangsa dhemit. :-d
Hapuswew, kasian si bapak di cuekin sama anaknya :P
BalasHapussambil ngopi baca kisah dhemit yang mengharukan kang..
Jangan lupa kalau bertemu si genderuwo untuk diajak ngopi, kang. Kasihan dia sekarang sudah tidak punya apa² dan siapa². :-d
Hapustampak "sedan" duduk dengan bertelanjang dada.
BalasHapusMungkin karena khusyuknya membaca kata perkata jadi ketemu kalimat ini, ada yang kurang nggak ya? hehe ... BW sambil menikmati secangkir kopi
Hahaha.. . Matur suwun atas koreksinya, mbak May. ..
HapusTernyata sangat detail membacanya. Kurang satu huruf saja tahu. hihi
mungkin baca sambil ngopi jadi melek banget nih mata
Hapusnggeh sami-sami
sekedar ingin komentar yang beda saja
kalau isi cerita pasti wes mudeng hehe
Nasib genderuwo mata keranjang nggakbisa bedain ya tulus sama yang modus hehe
BalasHapusKarena matanya tertutup keranjang itulah, dia tidak bisa membedakan mana yg tulus dan mana yang modus. :-d
HapusKuapokmu kapan pakde pakde, haha...
BalasHapusGak ditulungi, malah dikapokne. :>)
Hapusya ampun jadi cerita ini tokoh utamanya wewe gombal sama genderuwo wkwkwk
BalasHapushihi hihi mau pakai tokoh manusia takut ada yang marah kok. :>)
Hapusrumangsamu penak mas
BalasHapusYo penak.... :-d
Hapuswaduhh, sampe bening gitu ya alatnya, pake apa tuh mas, boleh la bagi bagi hha
BalasHapusWah itu kuntinya terlalu juga ya, habis sepak manis dibuang. Ah itu semua gara-gara tergila-gila sama kunti.
BalasHapus