Kurang lebih 16 tahun, aku merantau ke ibu kota propinsi. Aku pulang ke kampung halaman sebulan sekali. Tetapi pada tahun-tahun awal perantauan, aku hanya pulang setahun sekali. Itu pun jika ada keperluan. Misalnya membantu orang tua bercocok tanam atau sedang musim panen. Namun jika orang tua tidak membutuhkan bantuan, misalnya sudah ada saudara di kampung yang membantu, aku hanya pulang setahun sekali pada hari lebaran.
Saat ini, aku tidak bisa lama-lama tinggal di perantauan dan harus sering pulang ke kampung halaman untuk membantu orang tua karena semua saudara sudah berkeluarga dan sibuk dengan keluarganya sendiri-sendiri. Jadi ya,.. Mau tidak mau aku harus sesering mungkin untuk pulang untuk membantu orang tua.
Seperti pada bulan kemarin, ketika mendekati musim panen, aku pulang ke kampung halaman.
Selain membantu orang tua untuk memanen hasil tanaman, aku biasa menikmati pesona alam pedesaan yang asri dan indah. Menikmati pemandangan hamparan padi yang menguning di lereng gunung terasa sangat nyaman. Berbeda dengan kehidupan di kota. Di kota udaranya sangat panas dan polusi udara yang ditimbulkan oleh asap kendaraan bermotor terkadang membuat jenuh.
Oleh karena itu, saat di kampung aku paling suka berjalan-jalan menyusuri sungai-sungai kecil yang ada di pinggiran desa, sekalian mengingat kenangan masa kecil saat mandi bersama teman-teman di sungai itu. Hehehe
Namun ada yang berbeda dari sungai di pinggiran desaku pada masa dulu dan sekarang. Dulu waktu aku masih kecil, air sungai di pinggir desa tempat tinggalku sangat jernih di waktu musim kemarau. Tetapi pada saat ini, ketika musim kemarau tiba, sungai-sungai itu tak lagi berair karena dibendung dan dialirkan ke sawah untuk pengairan.
Untuk menghilangkan kekecewaan, biasanya aku pergi ke sungai yang ada sumber airnya yang berada di desa tetangga. Dan untuk sungai-sungai tempat pelampiasan kekecewaan itu mungkin akan aku share pada postingan selanjutnya.
Terima kasih untuk yang sudah membaca cerita awalku mengenai pesona alam desaku.
Lah petani di sini baru sekesai panen lo, kalau melihat hamparan pafi yang menguning rasanya tak akan ada orang yang menderita kelaparan, tapi setelah dipikir lagi oalah sekarang banyak sawah yang sudah di alih fungsikan menjadi tempat pemukiman
BalasHapusYa,_ begitulah... Atas nama pembangunan,terpaksa rakyat harus tunduk pada undang2.
HapusSungguh ironis memang. Lahan pertanian sudah terhimpit oleh pemukiman dan juga pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya.
Mengenai panen padi, kalau di desa saya sudah panen sebulan yg lalu. Sekarang sudah mulai menanam lagi.
Sekarang petani sudah bisa langsung tanam setelah panen ya, tidak seperti yang sudah-sudah sawah dibiarkan kosong sementara atau ada yg kreatif ditanami palawija
BalasHapuskalau sekarang setahun bisa panen lebih dari dua kali, bener nggk ya?